Selasa, 21 April 2015

Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan KPR





Setelah kemarin kita berbicara tentang Tata Cara Mengajukan KPR di Bank BTN. kali ini kita akan membahas mengenai pengikatan agunan yang telah dibeli melalui KPR tersebut dalam hal ini melalui Hak tanggungan.
Pertama kita bahas terlebih dahulu mengenai historis hak tanggungan tersebut.
Hak Tanggungan terbentuk berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang hak tanggungan beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sebelum terbitnya undang-undang tersebut, hak tanggungan lebih dikenal dengan sebutan Hipotek atau Credietverband yang terlebih dahulu ada berdasarkan Pasal 57 UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. Hak Tanggungan dapat didefinisikan sebagai hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut dengan benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk menjamin suatu pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 


Terhadap utang KPR yang terbit berdasarkan perjanjian kredit sebagaimana telah dibahas sebelumnya akan dijamin kemudian dengan hak tanggungan ini. Hak tanggungan tersebut tidak hanya mengikat tanah yang di KPRkan saja, namun juga mengikat bangunan yang berdiri di atasnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 UUHT yang berbunyi 

"hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan."

Berdasarkan pasal tersebut secara jelas disebutkan bahwa pembeban hak atas tanah berikut bangunan harus merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Berdasarkan pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa rumah yang dapat di lakukan KPR adalah rumah permanen, hal inilah yang menjadi dasar mengapa dipersyaratkan demikian.

Perlu dijelaskan bahwa terdapat dua alasan mengapa nilai bangunan diperhitungkan dalam jaminan HT. Alasan Pertama dalam penilaian bank, nilai agunan yang menjadi acuan tidak terbatas pada tanah saja, namun juga pada bangunan yang ada. nilai bangunan tersebutlah yang menjadi resiko kerugian yang harus ditanggung bank apabila terjadi segala sesuatu yang dapat merusak bangunan seperti kebakaran. Maka dari itu dalam melaksanakan kegiatan usahanya perlu dilakukan pengalihan resiko, diantaranya dengan asuransi yang terdiri dari asuransi kebakaran, asuransi huru-hara, asuransi gempa, dan asuransi lainnya yang terkait dengan bangunan. Kemudian, dalam Perjanjian kredit telah disebutkan secara jelas bahwa debitur wajib untuk melakukan penghunian rumah dan tidak dibiarkan kosong. Keadaan kosong tersebut untuk Bank BTN sendiri maksimal selama 6 bulan dan rumah harus dirawat selama jangka waktu kredit. untuk itulah dalam analisa faktor penting diutamakan adalah karakter debitur itu sendiri. kemudian alasan kedua yaitu nilai tanah yang menjadi jaminan tidak cukup untuk menanggung jumlah kredit yang dibiayai. untuk memberikan gambaran mengenai hal tersebut berikut contoh yang dapat diberikan :

Developer A membangun sebuah rumah Tipe 36 dengan luas tanah 120 m2. A menjual rumah tersebut sebesar Rp. 120.000.000,- dalam rencana anggaran biaya yang diserahkan A kepada Bank, harga tanah lokasi pembangunan A sebesar Rp. 216.667 sehingga harga tanah keseluruhan sebesar Rp. 26.000.000,- biaya pembangunan sebesar Rp. 70.000.000,- dan keuntungan yang diperoleh sebesar 20% atau sebesar Rp. 24.000.000,- berdasarkan hasil penilaian, nilai keseluruhan tanah dan bangunan adalah sebesar Rp. 120.000.000,- dan di KPRkan dengan nilai utang Rp. 96.000.000,-. jumlah utang sebesar Rp. 96.000.000,- tersebut tidak mungkin hanya dibebankan pada tanah dengan nilai hanya Rp. 26.000.000,- namun juga memperhitungkan nilai bangunan yang ada.

Terhadap hak tanggungan ini dalam prakteknya dibebankan pada 2 jenis hak atas tanah yaitu hak milik dan hak guna bangunan. selain 2 jenis hak tersebut, hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak guna usaha. Namun, pembebanan hak tanggungan terhadap HGU untuk KPR menyalahi persyaratan penggunaan tanah. hak tanggungan yang melekat pada hak tersebut sifatnya tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan lain dan tetap melekat dengan agunan tersebut selama kredit yang diberikan belum lunas walaupun telah terjadi peralihan hak oleh debitur kepada pihak lain.

Sebelum dilakukan penandatanganan akta-akta notaris, suatu hak atas tanah (HM dan HGB) sangat perlu untuk dilakukan clearance terlebih dahulu yang dilaksanakan di badan pertanahan nasional. Fungsi dari clearance disini adalah untuk mengetahui di buku tanah apakah tanah tersebut sedang dalam keadaan sengketa atau tidak dan apakah tanah tersebut dibebani dengan suatu hak tanggungan. fungsi ini penting mengingat pelaksanaan jual beli terhadap tanah yang menjadi sengketa menjadi tidak sah dan pembebanan hak tanggungan terhadap hak yang belum dilakukan pelepasan akan mengurangi hak kreditur dikarenakan akan berada pada tingkat kedua, ketiga, dst. Hal tersebut sesuai dengan pasal 5 UUHT yang menyatakan bahwa :

"suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih daru satu utang"

pemberian hak tanggungan pertama akan lebih diprioritaskan untuk melunasi utang dibanding dengan tingkat kedua dan seterusnya.

Setelah proses clearance selesai dan dinyatakan bersih berdasarkan tanda bukti hasil clearance dari BPN yang dicantumkan di dalam sertifikat, maka proses selanjutnya dapat dilaksanakan yaitu penandatanganan AJB dan PK. setelah kedua hal tersebut selesai, maka dilanjutkanlah dengan penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. SKMHT digunakan apabila sertifikat tersebut masih atas nama penjual sehingga perlu untuk dilakukan balik nama terlebih dahulu berdasarkan AJB kepada debitur/pembeli, baru dapat diterbitkan Akta Pemberian Hak Tanggungan. mengenai SKMHT ini diatur secara jelas dalam Pasal 15 UUHT. Hal tersebut dikarenakan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (5) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan kepada pemilik sah dari agunan tersebut, dalam hal ini telah tercantum secara jelas nama debitur dalam Sertifikat. SKMHT diberikan oleh debitur kepada kreditur dalam hal ini ditandatangani oleh Kepala Cabang Bank BTN Cabang sebagai perwaklan dari Direksi sebagaimana yang dicantumkan dalam Surat Kuasa Direksi. 



SKMHT dibuat oleh Notaris dikarenakan persyaratan untuk pembebanan hak tanggungan oleh kuasa diharuskan dengan akta otentik. Jangka waktu SKMHT ini untuk ditingkatkan menjadi APHT selama 1 bulan untuk tanah terdaftar dan 3 bulan untuk tanah belum terdaftar. Jangka waktu ini menurut Pasal 15 ayat (5) dikecualikan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan SKMHT untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu. Dalam bidang KPR, khusus untuk KPR bersubsidi jangka waktu SKMHT ini ditetapkan selama jangka waktu kredit sehingga debitur tidak dibebani dengan biaya APHT lagi. hal tersebut sesuai dengan Permen dan Perjanjian Kerjasama Operasional antara Bank BTN dengan Kementerian Perumahan Rakyat. untuk peningkatan menjadi APHT ditetapkan berdasarkan kebijakan Bank. apabila kredit dipandang perlu untuk dilakukan peningkatan dengan memperhatikan kolektibilitas kredit, maka biaya peningkatan akan ditanggung oleh Bank terlebih dahulu yang kemudian akan dimasukkan dalam biaya lelang. Peningkatan SKMHT ke APHT khusus untuk kredit subsidi biasanya dilakukan apabila kredit telah menginjak tunggakan 6 bulan atau masuk dalam kategori Kurang Lancar (prosedur pelaksanaan lelang akan dijelaskan lebih lanjut). Perlu diingat bahwa SKMHT ini tidak dapat dicabut berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) sehingga klausula tentang berakhirnya kuasa sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata.

Selanjutnya setelah balik nama selesai dilakukan, maka dilakukannlah penandatanganan APHT oleh kepala cabang berdasarkan SKMHT yang telah ada sebelumnya. mengenai isi dari APHT ini sendiri dijelaskan dalam ketentuan Pasal 11 dan 12 UUHT. Jangka waktu APHT ini selama 7 hari dan wajib untuk didaftarkan ke BPN untuk penerbitan sertifikat hak tanggungan.

Setelah terbitnya hak tanggungan ini, maka debitur wajib untuk melaksanakan seluruh kewajibannya selama jangka waktu kredit atau kurang daripada itu agar hak tanggungan ini dapat dilepaskan oleh kreditur. Implikasi apabila debitur cidera janji (wanprestasi) dalam melaksanaan perjanjian sebagaimana yang dicantumkan dalam perjanjian kredit, maka objek hak tanggungan akan dilakukan eksekusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam kesempatan selanjutnya.

Apabila kredit debitur telah lunas atau karena sebab lain sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18, maka kreditur wajib untuk melepaskan hak tanggungan dengan surat permohonan pencoretan hak pada buku tanah atau lebih dikenal dengan nama Surat Roya. perlu diperjelas bahwa surat roya terbagi menjadi dua yaitu Roya dan Roya Partial. Roya adalah permohonan pencoretan HT secara penuh atas seluruh bidang tanah sedangkan Roya Partial adalah pencoretan HT pada sebagian bidang tanah yang telah dipecahkan pada bidang tanah induk mengingat HT tidak dapat dinyatakan hapus walaupun telah dilakukan pemecahan sertifikat. selanjutnya Roya ini akan diserahkan kepada debitur untuk dapat dilakukan pencoretan hak tanggungan di kantor pertanahan. Setelah dilakukan pencoretan atau minimal setelah dikeluarkan surat roya dari bank, maka selesailah seluruh hubungan hukum anda dengan bank.



Agar dapat diperhatikan apabila ingin mengajukan KPR atau kredit lain yang dijamin dengan hak tangungan agar tidak melakukan tunggakan/wanprestasi dikarenakan hak tanggungan sesuai dengan Pasal 14 ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Hal tersebut kemudian dipertegas lagi dengan surat edaran mahkama agung No. 04/BUA.6/HS/SP/III/2014 tentang pemberlakuan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung tahun 2013 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan. Dalam salah satu butir lampiran SEMA tersebut dinyatakan bahwa permohonan eksekusi pengosongan agunan yang dilaksanakan dengan lelang hak tanggungan melalui balai lelang negeri (KPKNL) atau balai lelang swasta dapat dilaksanakan tanpa melalui gugatan terlebih dahulu sebagaimana praktek sebelumnya. Pengosongan hanya berupa permohonan kepada ketua pengadilan negeri dan dapat segera dieksekusi. Berdasarkan SEMA tersebut, sangat jelas bahwa HT ini memiliki kekuatan penuh untuk dilaksanakan apabila debitur wanprestasi. 

Sekian disampaikan untuk menjadi pelajaran bagi kita semua.
Asdar Kadir.

Sabtu, 18 April 2015

Tata Cara Pengajuan Kredit KPR di Bank Tabungan Negara


Kali ini kita akan berbicara mengenai tata cara pengajuan KPR di Bank Tabungan Negara. sekilas BTN diidentikkan orang pada umumnya sebagai sebuah perumahan, tapi pada dasarnya BTN adalah bank konvensional pada umumnya yang memiliki jasa layanan perbankan pada umumnya juga. Pengajuan KPR di BTN sangatlah mudah dan proses yang ada sangat cepat, tergantung dari kelengkapan berkas dan sikap kooperatif pemohon kredit. berikut akan dibasah secara terinci mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam mengajukan KPR di Bank BTN.

1. Syarat Pengajuan KPR
dalam mengajukan KPR tentu diperlukan beberapa hal yang sangat krusial dikarenakan sangat terkait dengan proses verifikasi dan analisa kelayakan calon debitur. Hal pertama yang diharuskan oleh calon debitur adalah melihat lokasi dimana rumah yang akan di KPR kan, Bentuk rumah, fasilitas yang disediakan dalam hal ini fasilitas umum dan fasilitas sosial, serta fasilitas kelengkapan rumah lainnya.  setelah merasa nyaman dengan calon rumah tersebut dan bersedia untuk diKPR kan, maka calon pembeli harus datang ke kantor BTN terdekat untuk mengambil formulir permohonan dan melengkapi beberapa berkas-berkas sebagai berikut :

Identitas Pemohon
  • Fotocopy KTP yang masih berlaku suami istri
  • bagi yang alamat KTPnya berbeda dengan lokasi permohonan KPR disyaratkan membuat surat keterangan domisili (asli)
  • Fotocopy Kartu keluarga
  • Fotocopy akta nikah/akta cerai/akta kematian
  • asli surat keterangan belum menikah (apabila masih lajang)
  • Foto berwarna 3 x 4 sebanyak 1 lembar dan ditempel pada formulir permohonan
  • Fotocopy NPWP
Data Pekerjaan dan Penghasilan
* Penghasilan Tetap
  • FC SK pertama dan terakhir (PNS, TNI, Polri)
  • asli surat keterangan kerja (wiraswasta)
  • FC Karip (PNS) 
  • surat keterangan dari instansi
  • slip gaji 3 bulan terakhir + tunjangan-tunjangan yang diperoleh diluar dari slip gaji
  • fc buku tabungan penerimaan gaji (payroll) minimal pencetakan 3 bulan terakhir
*Penghasilan tidak tetap
  • surat keterangan usaha dari desa/luran untuk usaha skala kecil
  • SIUP, TDP, NPWP, akta pendirian perusahaan dan perubahan terakhir serta SK menkunham untuk perusahaan perseroan terbatas.
  • SPT tahunan
  • bukti transaksi keuangan perusahaan/usaha berupa nota penjualan atau neraca perusahaan, laporan laba rugi, struktur permodalan,rasio keuntungan yang ditunjukkan dengan ROA, ROE, ROI, dll.
  • fc rekening transaksi usaha minimal 6 bulan terakhir
Data Pendukung Lainnya 
  • surat keterangan belum pernah memiliki rumah (khusus KPR bersubsidi)
  • menandatangani beberapa surat pernyataan pada formulir permohonan 
  • melampirkan IMB dan sertifikat (khusus untuk KPR Second Hand) 
sangat disarankan kepada calon debitur untuk membuka dan menyerahkan seluruh penghasilan yang ada mengingat akan sangat berpengaruh kepada hasil analisa dan rekomendasi kredit. 

2. Wawancara 

setelah seluruh dokumen permohonan lengkap, maka tahap selanjutnya akan dilakukan proses wawancara. proses wawancara ini pada dasarnya adalah untuk menggali lebih lanjut mengenai seluruh aspek pemohon kredit. beberapa hal inti yang ditanyakan adalah seputar masa kerja/lama usaha, jumlah penghasilan sebulan, jenis usaha, jumlah anak, biaya hidup dalam sebulan, tujuan KPR, dan jenis kendaraan apa yang digunakan beserta jumlahnya. hal terssebut sangat penting mengingat akan berpengaruh kepada analisa kredit

3. Analisa Kredit

setelah seluruh dokumen permohonan telah dilengkapi, formulir permohonan telah diisi secara keseluruhan berikut lampiran-lampirannya, dan seluruh berkas telah dinyatakan lengkap dan diterima bank, maka tahap selanjutnya adalah proses analisa. pada tahap ini, calon debitur hanya tinggal menunggu dan berharap agar permohonan dapat disetujui. dalam melakukan analisa selain melakukan verifikasi dari seluruh dokumen permohonan, analisa ini juga ditentukan oleh 5 hal diantaranya:
  • Character
karakter dari calon debitur dapat ditinjau dari beberapa sudut, namun yang paling umum adalah dilihat dari sistem informasi debitur Bank Indonesia. SID BI tersebut menunjukkan riwayat kredit pemohon selama 2 tahun terakhir apakah masuk dalam kolektibilitas lancar (Kol. 1), Dalam Perhatian Khusus (Kol. 2), Diragukan (Kol. 3), Kurang Lancar (Kol. 4), ataukah Macet (Kol. 5). seluruh riwayat kredit mulai dari riwayat kredit Bank, kendaraan bermotor, kartu kredit, dan kredit lainnya akan tampak pada SID BI ini. Pada saat pencetakan SID BI ini tampak kol. 3, 4, atau 5 maka permohonan kredit diragukan dan kemungkinan tidak dapat diterima. apabila terdapat kol. 2 namun secara berturut-turut muncul selama masa kredit, maka kredit kemungkinan besar tidak dapat diberikan. hal ini terkait dengan karakter dari pemohon kredit yang terkesan menganggap remeh pemberian kredit dan dikhawatirkan dalam perjalanannya kredit dapat saja macet sehingga pengembalian kredit sebagaimana diharapkan tidak dapat berlangsung dengan baik. selain riwayat kredit, karakter juga terkait dengan gaya hidup pemohon kredit apakah gaya hidup yang ada sesuai dengan penghasilan yang dimiliki. maka dari itu pada point 2 sebelumnya dilakukan wawancara. karakter juga dipengaruhi dalam tata cara pergaulan sosial, dan beberapa aspek lainnya.
  • Capacity
capacity dalam hal ini terkait dengan penghasilan pemohon, apakah jumlah penghasilan yang ada  cukup untuk membayar seluruh kewajiban-kewajiban yang akan ada kemudian tepat pada waktunya. ukuran capacity ini mudah dilakukan penghitungan untuk pemohon dengan penghasilan tetap. untuk penghasilan tidak tetap, diperlukan analisa lebih mendalam lagi, diantaranya track record dalam menjalankan usaha  yang akan diperkuat dengan pelaksanaan peninjauan lokasi usaha (on the spot). pada intinya capacity ini lebih condong pada perhitungan kemampuan membayar pemohon atau disebut sebagai repayment capacity (RPC). perlu diingat RPC maksimal yang diperbolehkan adalah sebesar 70% dari maksimal penghasilan bersih yang ada setelah dikurangi dengan angsuran-angssuran, biaya hidup, dan pengurangan lainnya. sebagai contoh:
A memiliki penghasilan sebesar Rp. 4.000.000,-. A belum memiliki pasangan. pengeluaran A dalam sebulan diantaranya angsuran motor Rp. 1.000.000,-  dan biaya hidup Rp. 1.000.000,- total pengeluaran A dalam sebulan Rp. 2.000.000.,-  A berniat untuk membeli sebuah rumah subsidi dengan harga Rp. 120.000.000,- dimana sesuai ketentuan uang muka minimal 10% sehingga yang dapat dikreditkan adalah Rp. 108.000.000,- dengan jangka waktu 15 tahun. perhitungan angsuran A sebagai berikut:
jadi dari total angsuran A sebesar Rp. 1.003.812,- dibagi Rp. 2.000.000,- sehingga diperoleh hasil 50% <70%. maka A dari segi penghasilan dapat diberikan kredit.
  • Capital
capital terkait dengan kondisi kekayaan pemohon, hal ini dapat dilihat dari jumlah aset yang dimiliki baik fix asset maupun non fix asset. kondisi tersebut menentukan apakah layak untuk diberikan kredit atau tidak
  • Condition Of Economy
kredit yang diberikan harus memandang pula dari segi kondisi ekonomi saat ini. dapat dilihat beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti kenaikan harga BBM dapat berdampak pada kenaikan harga bahan pokok sehingga mengurangi penghasilan, dan berbagai macam kondisi ekonomi lainnya yang dapat berdampak pada kredit.
  • Collateral
collateral adalah jaminan kredit  yang nilainya dapat menutupi jumlah kredit yang diberikan apabila suatu saat kredit menunggak dan dinyatakan macet. jaminan kredit dalam hal ini adalah rumah yang akan di KPRkan. harga rumah diperhitungkan dari hasil appraisal/penilaian agunan baik dari appraisal independen atau appraisal dari internal bank. perhitungan agunan dilihat dari nilai pasar dan nilai likuiditas. disyaratkan bahwa agunan adalah bangunan permanen bukan semi permanen atau non permanen (rumah kayu). agunan dapat diperhitungkan dari sisi ekonomis dan sisi legalitas. sisi ekonomis ditinjau dari luas agunan (tanah dan bangunan), jarak dari pusat pemerintahan/pusat bisnis, kemudahan mencapai agunan, kelengkapan fasilitas sekitar agunan (fasum dan fasos), dan faktor sosial masyarakat sekitar agunan. lebar jalan dipersyaratkan minimal 6 meter atau dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran, jarak dari pusah pemerintahan/bisnis juga menentukan apakah agunan dapat cepat terjual atau tidak. faktor sosial juga menentukan apakah agunan dalam hal ini dapat dibiayai atau tidak, contoh agunan yang terletak dengan lokasi prostitusi diragukan untuk dapat diberikan kredit. selain itu dipertimbangkan pula aspek legalitas dari agunan diantaranya kelengkapan sertifikat (HGB atau HM) dan IMB, luas tanah yang tertera di sertifikat harus sesuai dengan luas di lapangan dan luasan IMB yang tertera harus sesuai dengan yang ada di lapangan. luasan yang berbeda dapat menjadi penentu apakah agunan layak atau tidak.

4. Akad Kredit

setelah seluruh proses tersebut selesai, maka tahap selanjutnya adalah akad kredit. sebelum akad kredit dilaksanakan maka akan diterbitkan surat persetujuan prinsip pemberian kredit (SP3K) oleh bank. dalam SP3K ini tercantum jumlah kredit yang disetujui, biaya-biaya akad kredit, jumlah angsuran, dan biaya asuransi jiwa dan kebakaran. khusus untuk subsidi asuransi jiwa tidak dilakukan pembayaran di awal, namun diperhitungkan di dalam jumlah angsuran kredit yang diberikan. 
setelah pemohon setuju terhadap syarat-syarat tersebut, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan akad kredit.
dalam akad kredit ini perlu kehadiran pasangan bagi yang telah menikah. akad kredit dilaksanakan dengan penandatanganan perjanjian kredit, akta jual beli, surat kuasa membebankan hak tanggungan, form asuransi, surat kuasa pendebetan tabungan (untuk biaya-biaya akad), form auto grab fund untuk kemudahan pembayaran angsuran, akta pengakuan hutang, dan beberapa surat pernyataan.
setelah hal tersebut dilaksanakan, maka selamat anda telah memiliki rumah baru.

Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses tersebut dilaksanakan dengan metode 1-5-1. 1 hari penerimaan berkas, entry berkas ke dalam sistem dan verifikasi kelengkapan berkas. 5 hari proses analisa, on the spot, appraisal, dan persetujuan kredit, dan 1 hari pelaksanaan akad kredit serta pencairan kredit. namun faktanya proses 151 tersebut tidak dapat terlaksana, sebagian besar diakibatkan oleh kelalaian dari pemohon sendiri yang tidak menyerahkan berkas dengan lengkap sehingga berkas dikembalikan. kendala tersebut seringkali dinyatakan bahwa BTN terlalu lama dalam memproses berkas, padahal jika berkas permohonan tersebut lengkap dari awal maka permohonan akan lebih cepat direalisasikan.

Mungkin cukup sekian informasi yang dapat diberikan pada kesempatan kali ini. semoga informasi ini dapat bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut mengenai proses KPR ini mohon untuk dimasukkan dalam kolom komentar, karena peribahasa mengatakan "Malu bertanya sesat di jalan". sekian dan terima kasih..